1. Pengertian Cybercrime.
Cybercrime menurut U.S. Department of Justice “-- any illegal act requiring knowledge of Computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”, yang dapat diartikan sebagai tindakan ilegal yang membutuhkan teknologi komputer untuk perlakuan, pemeriksaan dan penuntutannya.
Cybercrime dapat juga diartikan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.
Cybercrime yang murni tindakan kriminalitas adalah tindak kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya hanya menggunakan internet sebagai sarana melakukan kriminalitas. Contoh dari tindakan kriminalitas ini adalah carding, mailing list yang digunakan untuk menyebarkan produk-produk bajakan, dan pengiriman e-mail anonim yang berisi spam. Dan salah satu contoh yang kami angkat dalam cybercrime adalah gambling.
Cybercrime menurut U.S. Department of Justice “-- any illegal act requiring knowledge of Computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution”, yang dapat diartikan sebagai tindakan ilegal yang membutuhkan teknologi komputer untuk perlakuan, pemeriksaan dan penuntutannya.
Cybercrime dapat juga diartikan sebagai perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.
Cybercrime yang murni tindakan kriminalitas adalah tindak kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya hanya menggunakan internet sebagai sarana melakukan kriminalitas. Contoh dari tindakan kriminalitas ini adalah carding, mailing list yang digunakan untuk menyebarkan produk-produk bajakan, dan pengiriman e-mail anonim yang berisi spam. Dan salah satu contoh yang kami angkat dalam cybercrime adalah gambling.
2. Pengertian Gambling
Gambling atau judi biasanya dilakukan di dunia nyata dengan uang dan pemain (pejudi) yang real. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi internet, banyak perjudian yang dilakukan secara online.
Perjudian di dunia maya sulit dijerat sebagai pelanggaran hukum apabila hanya memakai hukum nasional suatu negara layaknya di dunia nyata. Hal ini disebabkan tidak jelasnya tempat kejadian perkara karena para pelaku dengan mudah dapat memindahkan tempat permainan judi mereka dengan sarana komputer dan internet. Parahnya, kegiatan gambling tidak hanya berhenti dalam persoalan judi. Gambling juga memicu kejahatan lainnya seperti pengedaran narkoba, perdagangan senjata gelap, dll. Uang yang dihasilkan dari kegiatan gambling dapat diputar kembali di negara yang merupakan the tax haven, seperti Cayman Island yang juga merupakan surga bagi para pelaku money laundering. Indonesia sering pula dijadikan oleh pelaku sebagai negara tujuan pencucian uang yang diperoleh dari hasil kejahatan berskala internasional. Upaya mengantisipasinya adalah diterbitkannya UU No. 15 tahun 2002 tentang pencucian uang.
Salah satu perjudian online yang marak diberbagai kalangan pada saat ini adalah pocker. Game online yang juga disediakan oleh jejaring sosial yang paling banyak digunakan saat ini memicu para pemain bukan hanya berkutat di depan komputer dan berlama-lama dalam cyberspace tetapi juga memicu tindakan kejahatan lainnya, antara lain menggunakan account orang lain dengan cara curang (cyber tresspass) demi mencuri chip pocker.
Perjudian di dunia maya sulit dijerat sebagai pelanggaran hukum apabila hanya memakai hukum nasional suatu negara layaknya di dunia nyata. Hal ini disebabkan tidak jelasnya tempat kejadian perkara karena para pelaku dengan mudah dapat memindahkan tempat permainan judi mereka dengan sarana komputer dan internet. Parahnya, kegiatan gambling tidak hanya berhenti dalam persoalan judi. Gambling juga memicu kejahatan lainnya seperti pengedaran narkoba, perdagangan senjata gelap, dll. Uang yang dihasilkan dari kegiatan gambling dapat diputar kembali di negara yang merupakan the tax haven, seperti Cayman Island yang juga merupakan surga bagi para pelaku money laundering. Indonesia sering pula dijadikan oleh pelaku sebagai negara tujuan pencucian uang yang diperoleh dari hasil kejahatan berskala internasional. Upaya mengantisipasinya adalah diterbitkannya UU No. 15 tahun 2002 tentang pencucian uang.
Salah satu perjudian online yang marak diberbagai kalangan pada saat ini adalah pocker. Game online yang juga disediakan oleh jejaring sosial yang paling banyak digunakan saat ini memicu para pemain bukan hanya berkutat di depan komputer dan berlama-lama dalam cyberspace tetapi juga memicu tindakan kejahatan lainnya, antara lain menggunakan account orang lain dengan cara curang (cyber tresspass) demi mencuri chip pocker.
dilihat dari sisi dunia nyata ataupun dunia maya perjudian tidak lain dan tidak bukan adalah suatu kondisi dimana terdapat potensi kehilangan sesuatu yang berharga atau segala hal yang mengandung risiko. Namun demikian, perbuatan mengambil risiko dalam perilaku berjudi, perlu dibedakan pengertiannya dari perbuatan lain yang juga mengandung risiko. Ketiga unsur dibawah ini mungkin dapat menjadi faktor yang membedakan perilaku berjudi dengan perilaku lain yang juga mengandung risiko:
- Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang (atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dari yang kalah.
- Risiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian dimasa mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui, dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat kebetulan/keberuntungan.
- Risiko yang diambil bukanlah suatu yang harus dilakukan; kekalahan/kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dalam permainan judi.
3.Faktor Terjadinya gambling
1.Adanya teknologi internet akan menghilangkan batas wilayah negara yang menjadikan dunia ini menjadi begitu dekat dan sempit. Saling terhubungnya antara jaringan yang satu dengan jaringan yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya.
2.Bahwa perilaku berjudi memiliki banyak efek samping yang merugikan bagi si penjudi maupun keluarganya mungkin sudah sangat banyak disadari oleh para penjudi. Anehnya tetap saja mereka menjadi sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi jika sudah terlanjur mencobanya. Dari berbagai hasil penelitian lintas budaya yang telah dilakukan para ahli diperoleh 5 (lima) faktor yang amat berpengaruh dalam memberikan kontribusi pada perilaku berjudi. Kelima faktor tersebut adalah:
Faktor Sosial & Ekonomi
Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah perjudian seringkali dianggap sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tidaklah mengherankan jika pada masa undian SDSB di Indonesia zaman orde baru yang lalu, peminatnya justru lebih banyak dari kalangan masyarakat ekonomi rendah seperti tukang becak, buruh, atau pedagang kaki lima. Dengan modal yang sangat kecil mereka berharap mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya atau menjadi kaya dalam sekejab tanpa usaha yang besar. Selain itu kondisi sosial masyarakat yang menerima perilaku berjudi juga berperan besar terhadap tumbuhnya perilaku tersebut dalam komunitas.
Faktor Situasional
Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah tekanan dari teman-teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian dan metode-metode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola perjudian. Tekanan kelompok membuat sang calon penjudi merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompoknya. Sementara metode pemasaran yang dilakukan oleh para pengelola perjudian dengan selalu mengekspose para penjudi yang berhasil menang memberikan kesan kepada calon penjudi bahwa kemenangan dalam perjudian adalah suatu yang biasa, mudah dan dapat terjadi pada siapa saja (padahal kenyataannya kemungkinan menang sangatlah kecil). Peran media massa seperti televisi dan film yang menonjolkan keahlian para penjudi yang "seolah-olah" dapat mengubah setiap peluang menjadi kemenangan atau mengagung-agungkan sosok sang penjudi, telah ikut pula mendorong individu untuk mencoba permainan judi.
Faktor Belajar
Sangatlah masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa yang pernah dipelajari dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi lagi. Inilah yang dalam teori belajar disebut sebagai Reinforcement Theory yang mengatakan bahwa perilaku tertentu akan cenderung diperkuat/diulangi bilamana diikuti oleh pemberian hadiah/sesuatu yang menyenangkan.
Faktor Persepsi tentang Probabilitas Kemenangan
Persepsi yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan diperolehnya, meski pada kenyataannya peluang tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian yang tidak menentu dan sangat subyektif. Dalam benak mereka selalu tertanam pikiran: "kalau sekarang belum menang pasti di kesempatan berikutnya akan menang, begitu seterusnya".
Faktor Persepsi terhadap Ketrampilan
Penjudi yang merasa dirinya sangat trampil dalam salah satu atau beberapa jenis permainan judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan/kemenangan dalam permainan judi adalah karena ketrampilan yang dimilikinya. Mereka menilai ketrampilan yang dimiliki akan membuat mereka mampu mengendalikan berbagai situasi untuk mencapai kemenangan (illusion of control). Mereka seringkali tidak dapat membedakan mana kemenangan yang diperoleh karena ketrampilan dan mana yang hanya kebetulan semata. Bagi mereka kekalahan dalam perjudian tidak pernah dihitung sebagai kekalahan tetapi dianggap sebagai "hampir menang", sehingga mereka terus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan didapatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar